Stasiun BNI City, wujud nyata tergerusnya Bahasa Indonesia di Ruang Publik
(Indonesia Emas di tahun 2045 tanpa Bahasa Indonesia?)
“Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, merupakan satu dari ketiga ikrar yang telah dinyatakan pada Kongres Pemuda II di Jakarta tahun 1928. Hal ini bermaknakan bahwa bangsa Indonesia dapat disatukan melalui ikatan bahasa yang sama terlepas dari banyaknya keberagaman bahasa yang dimiliki. Selain itu, ini juga merupakan sebuah ikatan persatuan yang kuat untuk bangsa Indonesia.
(Sumber : Google)
Tidak asing bagi kita mendengar nama Stasiun BNI CITY yang terletak di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api kelas II yang terletak di Jalan Tanjung Karang No.1, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Stasiun ini termasuk ke dalam Daerah Operasi I Jakarta dan hanya melayani pemberhentian KRL ARS Bandara Soekarno-Hatta. Stasiun ini mempunyai dua jalur kereta api dengan keduanya merupakan sepur lurus (Wikipedia).
Pada awal penamaannya, stasiun
ini bernama stasiun sudirman baru. Nama tersebut lantas berubah menjadi BNI
City. Hal ini dijelaskan oleh Catur Budi Harto selaku Direktur Bisnis Kecil dan
Jaringan BNI sebagai bentuk branding dari
BNI yang merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia (Kompas.com). Selain
itu, pihak terkait pun beralasan karena lokasi stasiun yang sangat berdekatan
dengan kantor pusat bank. Inilah dasar penggantian nama dan pada akhirnya
mereka menjadi mitra.
Peraturan tertulis yang mendukung
pernyataan diatas salah adalah Undang Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Hal tersebut
tertuang pada pasal 36 ayat 3 yang bebrbunyi, “Bahasa Indonesia wajib digunakan
untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran,
kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan,
organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang publik
di Indonesia yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia haruslah menggunakan
Bahasa Indonesia. Maka dari itu, seharusnya pihak terkait mengkaji ulang
tentang penamaan stasiun BNI City.
Indonesia Emas di tahun 2045
merupakan impian besar tentang Indonesia yang unggul, maju bersaing dengan
bangsa-bangsa lain, dan telah cukup dewasa untuk mengatasi isu-isu permasalahan
di negeri ini. Hal ini dapat terwujud bukan hanya dari segi ekonomi, politik,
ataupun militer saja. Sumber daya manusia berkualitas yang lahir dari
pendidikan karakter hebat akan menjadi pendorong utama mimpi ini
terealisasikan. Selain itu, menjaga penggunaan Bahasa Indonesia diyakini dapat
menjadi identitas bangsa Indonesia di tahun 2045.
Namun, dengan banyaknya sikap
terlalu mencintai bahasa asing membuat kita perlahan menutup mata dan terkesan
tidak memerdulikan tergerusnya Bahasa Indonesia di keseharian kita. Padahal
bukan budaya, ras, suku, ideologi, ataupun agama yang dapat menyatukan segala
perbedaan bangsa Indonesia melainkan bahasa. Bahasa Indonesia yang dapat
menyingkirkan rasa egois pemuda pemudi di tahun 1928 yang berdampak besar bagi
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Saya selaku anak muda tidak
menyalahkan bentuk kemitraan BNI dengan pihak terkait. Saya hanya ingin Bahasa
Indonesia menjadi prioritas dan primadona di negara ini. Karena saya percaya
ketika kita bangga menggunakan Bahasa Indonesia, maka ini akan berkembang dan
menjadi Bahasa Utama di kawasan Asia seperti Bahasa Mandarin. Hal ini harus
dimulai dari sumber daya manusia dan sumber daya pendukung lainnya. Maka dari
itu, Indonesia Emas di tahun 2045 akan terwujud tanpa kalah dengan arus
globalisasi yang menggerus Bahasa Indonesia.
Saya, Novel bersama Ikatan Duta
Bahasa DKI Jakarta dan Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. Ayo Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah,
dan Kuasai Bahasa Asing.